Disable Preloader

ANCAMAN NARKOBA DI TENGAH PANDEMI

Thumbnail 1 Thumbnail 2

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1 undang-undang tersebut.

Yang termasuk jenis narkotika adalah:

  1. Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja
  2. Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistem saraf pusat, seperti alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap, seperti lem/perekat, aceton, ether dan sebagainya.

Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) diperingati setiap tanggal 26 Juni, diinisiasi oleh United Nation Office on Drugs dan Crime (UNODC) pada tanggal yang sama di tahun 1988. Dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini, program-program Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam penanggulangan dan pencegahan pemakaian narkoba disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Upaya sosialisasi bahaya narkoba yang biasanya menghadirkan masyarakat sudah tidak bisa dilakukan untuk sementara waktu, program ini disiasati oleh BNN menggunakan mobil keliling guna meminimalisir kontak langsung petugas BNN dengan masyarakat dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Penyebaran penyalahgunaan narkoba hingga kini dirasa sudah sulit dicegah lagi, mengingat hampir seluruh penduduk dunia dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Ancaman narkoba belum berakhir, banyak hal yang membuat aktifitas terhenti, namun disisi lain masalah peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba tidak pernah berhenti bahkan dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

Ditengah kondisi sulit seperti ini, tentunya berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat kecil dan menengah. Muncul permasalahan-permasalahan ekonomi seperti adanya PHK, sulitnya mencari pekerjaan, sampai banyaknya usaha yang gulung tikar. Hal tersebut menjadi peluang para bandar narkoba memutar otak untuk mencari celah membodohi masyarakat. Tidak hanya anak dibawah umur yang banyak dijebak, namun orang dewasa pun mudah terbujuk demi mendapatkan uang untuk menyambung hidup mereka dimasa pandemi ini. Ketidakpahaman masyarakat mengenai penyalahgunaan narkoba menjadi celah para bandar dalam memasarkan narkoba tanpa memikirkan dampak buruknya.

Kegiatan rutin yang dilakukan BNN menjadi solusi bahwa betapa pentingnya penyuluhan dan pemberian informasi kepada masyarakat mengenai bahaya peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba dimasa pandemi sekarang ini. Oleh karena itu, penyuluhan dan pemberian informasi serta edukasi harus tetap dilaksanakan secara efektif dan intensif kepada masyarakat yang disampaikan dengan sarana dan media yang tepat sesuai dengan sasaran.

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendukung upaya atasi penyalahgunaan narkoba terbukti dengan terbentuknya 100 kampung pintar, 1000 relawan, dan 10.000 keluarga pintar yang dibentuk Forum Komunikasi Lembaga Kesejahteraan Sosial Narkoba Psikotropika, dan Zat Adiktif (FK LKS NAPZA) pada Senin, 21 Desember 2020 lalu. Saat ini khususnya di Provinsi Bangka Belitung sudah banyak jumlah lembaga rehabilitasi sosial sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), sehingga bertujuan dapat meningkatkan jumlah lapor korban penyalahgunaan NAPZA untuk direhabilitasi. Program 100 Kampung Pintar tersebut langsung dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo di tahun 2016 karena pecandu narkoba meningkat pesat segingga ditetapkan presiden bahwa Indonesia darurat narkoba. Melalui 100 kampung pintar, 1000 relawan dan 10.000 keluarga pintar di Provinsi Bangka Belitung ini dengan harapan pecansu tersebut bisa sadar, pulih, dan takut dengan narkoba. Harapan akhirnya adalah membangun sinergi kepada pemerintah dan masyarakat untuk membangun kepedulian terhadap pengaruh penyalahgunaan narkoba.

 

Referensi:

Promkes.kemenkes.go.id

Wikipedia.com

https://babelprov.go.id/

Tags :